Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Produksi Biomassa

LAPORAN PRAKTIKUM
FISIOLOGI TANAMAN
Project 1
(Pengaruh Intensitas Cahaya Terhadap Produksi Biomassa)


Nama  : Rismon Paulus
NIM    : 19/20890/BP
Kelas   : SPKS D





FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN STIPER
YOGYAKARTA
2020

Rismon Paulus
20890, SPKS D
email: rismonpaulus78@gmail.com

Abstrak
Fotosintesis merupakan proses pembentukan bahan organik (karbohidrat) dengan bantuan sinar matahari. Fotosintesis ini terjadi hanya pada sel-sel yang mempunyai klorofil, yaitu pada bakteri dan tumbuhan. Cahaya matahari merupakan sumber energi utama fotosintesis, dimana dengan bantuan cahaya matahari dapat merubah subtrat karbon dioksida (CO2) dan air (H2O) dalam reaksi fotosintesis menjadi karbohidrat (C6H12O6) dan oksigen (O2). Proses fotosintesis pada tumbuhan akan menghasilkan zat gula yang disebut glukosa. Selanjutnya, sebagian akan menghasilkan amilum yang ditimbun di daun. bagian daun yang terbuka terkena cahaya matahari langsung akan berlangsung fotosintesis sehingga menghasilkan amilum. Sedangkan daun yang tidak terkena cahaya matahari tidak berlangsung fotosintesis dan tidak dapat menghasilkan amilum.

Kata kunci: cahaya matahari, fotosintesis, tumbuhan, amilum


A.  Pendahuluan
Fotosintesis (dari bahasa Yunani υώτο- [fó to-], "cahaya," dan σύνθεσις [sýnthesis], "menggabungkan", "penggabungan") adalah suatu proses biokimia pembentukan zat makanan seperti karbohidrat yang dilakukan oleh tumbuhan, terutama tumbuhan yang mengandung zat hijau daun atau klorofil. Selain tumbuhan berkalori tinggi, makhluk hidup non-klorofil lain yang berfotosintesis adalah alga dan beberapa jenis bakteri. Organisme ini berfotosintesis dengan menggunakan zat hara, karbon dioksida, dan air serta bantuan energi cahaya matahari.
Tumbuhan tingkat tinggi tergolong organisme autotrof, yaitu organisme yang mampu mensintesis sendiri senyawa-senyawa organik dari senyawa anorganik. Senyawa organik yang paling penting adalah rantai karbon yang dibentuk oleh tumbuhan yang mempunyai klorofil dalam proses fotosintesis.
Menurut Kimball (1983) fotosintesis merupakan proses penyusunan bahan organik C6H12O6 dari H2O dan CO2 dengan bantuan energi cahaya pada kloroplas yang mempunyai pigmen klorofil. Dalam proses ini energi cahaya diubah menjadi energi kimia berupa ATP dan NADPH yang selanjutnya digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa. Dengan demikian, fotosintesis merupakan transformasi energi cahaya yang dikonversi menjadi energi kimia yang terikat dalam bentuk karbohidrat.
Cahaya merupakan sumber energi yang diperlukan tumbuhan untuk proses tersebut. Tanpa adanya cahaya tumbuhan tidak akan mampu melakukan proses fotosintesis, hal ini disebabkan kloropil yang berada di dalam daun tidak dapat menggunakan cahaya matahari karena klorofil hanya akan berfungsi bila ada cahaya matahari (Dwidjoseputro, 1986).
Cahaya matahari merupakan sumber energi utama fotosintesis. Cahaya pengaruhnya lewat intensitas, kualitasnya, lama penyinaran dan besarnya pantula. Untuk fotosintesis dibutuhkan intensitas cahaya minimal tertentu. Pada intensitas cahaya yang kurang, fotosintesisnya akan lambat. Sebaliknya, pada intensitas yang lebih tinggi, fotosintesis akan lebih cepat. Cahaya matahari terdiri atas beberapa spektrum, masing-masing spektrum mempunyai panjang gelombang berbeda, sehingga pengaruhnya terhadap proses fotosintesis juga berbeda[5]. Terdapat urutan panjang gelombangnya dari panjang ke pendek adalah meliputi sinar merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Klorofil menyerap semua warna sinar, kecuali sinar hijau yang justru dipantulkan oleh klorofil, sehingga daun tampak berwarna hijau. Warna merah salah satu yang memiliki panjang gelombang yang paling efektif diserap oleh klorofil[6]. Spektrum cahaya merah merupakan spektrum cahaya yang paling efektif untuk digunakan dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan perairan
Cahaya mencakup bagian dari energi matahari dengan panjang gelombang antara 390 nm sampai 760 nm dan tergolong cahaya tampak. Kisaran ini merupakan porsi kecil dari kisaran spektrum elektromagnetik. Sifat cahaya sebagai partikel biasanya diekspresikan dengan pernyataan bahwa cahaya menerpa sebagai foton atau kuanta, yang merupakan suatu paket diskrit dari energi, dimana masing-masing dikaitkan dengan panjang gelombang tertentu. Energi dalam tiap foton berbanding terbalik dengan panjang gelombang. Cahaya biru dan ungu dengan gelombang yang lebih pendek memiliki lebih banyak foton energetic disbanding cahaya merah atau jingga dengan gelombang yang lebih panjang.
Prinsip dasar penyerapan cahaya adalah bahwa setiap molekul hanya dapat menyerap satu foton pada waktu tertentu dan foton ini menyebabkan terjadinya eksitasi pada satu electron dalam suatu molekul. Molekul-molekul pigmen yang telah menangkap foton akan berada pada kondisi tereksitasi. Energi eksitasi inilah yang dimanfaatkan untuk fotosintesis.
Kenyataan bahwa proses fotosintesis memerlukan cahaya, menunjukkan adanya pengaruh intensitas cahaya yang besar terhadap laju keseluruhan reaksi fotosintesis. Pada keadaan intensitas cahaya rendah, laju fotosintesis akan akan rendah pula. Keadaan ini dapat dikatakan sebagai faktor pembatas (Ismail, 2011).


B. Metode
Pelaksanaan project ini menggunakan metode percobaan lapangan. Tiga tingkatan naungan cahaya yang diujikan terdiri dari tanpa naungan, naungan 55%, dan naungan 75%. Masing – masing tingkatan diulang sebanyak tiga kali. Adapun langkah percobaan adalah sebagai berikut:
1.    Menyiapkan 9 media tanam dengan mencampurkan sub soil dan pasir (2:1)
2.    Memberi label pada polybag A1-A3, B1-B3, C1-C3
3.    Menanam pada masing – masing polybag 2 benih jagung
4.    Mengaplikasikan pupuk 1 minggu setelah penanaman
5.    Meletakkan polybag A1-A3 di tempat terang
6.    Meletakkan polybag B1-B3 di bawah paranet 55%
7.    Meletakkan polybag C1-C3 di bawah paranet 75%
8.    Memelihara tanaman sampai akhir praktikum (8 minggu)

Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk parameter tinggi tanaman dan jumlah daun, sementara pengamatan akhir dilakukan pada parameter berat kering tanaman dan panjang akar. Hasil pengamatan dianalisis deskriptif.

C. Hasil dan Pembahasan
HASIL PENGAMATAN

1.   Memahami pengaruh cahaya terhadap produksi biomassa a) Parameter akhir project







PERLAKUAN




















PARAMETER

Tanpa naungan


Paranet 55%


Paranet 75%
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan
Ulangan


1

2

3
1

2

3
1

2
3
Jumlah daun
30

26

27
20

24

21
16

18
19
Tinggi tanaman (cm)
46

50

54
60

62

58
67

73
65
Berat kering (g)
12

8

10
8

6

6
4

6
5
Panjang akar (cm)
21

24

25
26

20

24
23

22
25

b) Parameter mingguan

PARAMETER
PERLAKUAN



MINGGU KE-



1
2
3
4
5
6
7
8



Tanpa naungan
5
12
15
19
22
24
26
28
Jumlah daun
Paranet 55%
5
6
8
10
12
16
19
22

Paranet 75%
5
6
7
10
12
14
16
18
Tinggi tanaman(cm)
Tanpa naungan
25
28
31
35
40
44
47
50
Paranet 55%
25
33
39
44
47
51
56
60

Paranet 75%
25
34
44
50
54
58
62
68







Gambar 1. Pengaruh intensitas penyinaran terhadap berat kering tanaman (g)


 


Gambar 2. Pengaruh intensitas penyinaran terhadap Panjang akar (cm)

 
Gambar 3. Pengaruh intensitas penyinaran terhadap jumlah daun

 


Gambar 4. Pengaruh intensitas penyinaran terhadap tinggi tanaman

 



















PEMBAHASAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan dan biomassa vegetatif yang dihasilkan oleh kolesom tanpa naungan (KTN) lebih besar jika dibandingkan dengan pertumbuhan dan hasil kolesom dengan naungan (KN). Hal ini dikarenakan naungan cenderung meningkatkan komponen generatifnya yakni dengan cara meningkatkan redistribusi bahan kering dari organ vegetatif ke biji (Huawei et al., 2010). Selama fase pertumbuhan 14-40 HST, jumlah daun KTN lebih banyak daripada KN. Semakin banyak jumlah daun menunjukkan bahwa tanaman tersebut memiliki luas daun yang besar, sehingga semakin banyak cahaya matahari yang diserap tanaman dan digunakan untuk melakukan fotosintesis. Sebagai sumber energi dalam fotosintesis tanaman, maka semakin banyak intensitas cahaya matahari yang diperoleh tanaman, maka laju fotosintesis tanaman juga akan lebih cepat. Menurut Gardner et al. (1991), produksi dan perluasan daun yang besar ini sangat penting bagi tanaman agar dapat memaksimalkan penyerapan cahaya untuk fotosintesis dan asimilasi. Ditambahkan pula oleh Jumin(2002) bahwa pertambahan luas daun berpengaruh besar terhadap total produksi bahan kering yakni mencapai 70%, sementara 30% sisanya berasal dari sumbangan fotosintesis.
Perbedaan pertumbuhan dan hasil biomassa antara KTN dan KN ini juga diduga dipengaruhi oleh fluktuasi suhu akibat curah hujan yang tinggi saat 21 hari setelah tanam (HST) (data curah hujan tidak ditampilkan). Hal ini mengakibatkan terjadinya fluktuasi suhu harian yang berpengaruh terhadap iklim mikro dan dinamika pertumbuhan tanaman. Penurunan jumlah daun pada 40 HST dan stagnasi jumlah cabang pada 21-40 HST pada KTN mungkin diakibatkan oleh adanya fluktuasi suhu harian tersebut, selain kemungkinan lain bahwa tanaman telah berada pada masa vegetatif maksimum. Hal ini didukung oleh pernyataan Musyarofah et al. (2007) bahwa rendahnya pertumbuhan tanaman akibat naungan diakibatkan oleh rendahnya intensitas cahaya matahari dan kelembaban tanah yang tinggi akibat tingginya curah hujan.
Daun KN lebih lebar per unit daun, namun lebih tipis 37,7% jika dibandingkan dengan daun KTN. Hal ini sesuai dengan pernyataan Huawei et al. (2010) bahwa pemberian naungan dapat mengurangi ketebalan daun, namun dapat meningkatkan bobot satuan daun karena daun cenderung lebih lebar. Menurut Djukri dan Poerwoko (2003) peningkatan luas/lebar daun merupakan salah satu jenis adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan (intensitas cahaya rendah) melalui pengefisienan energi cahaya matahari agar dapat berfotosintesis secara normal. Lebih lanjut, penelitian Djukri dan Poerwoko (2003) ini juga menunjukkan bahwa pemberian naungan pada klon talas yang peka mengakibatkan penurunan serapan N yang selanjutnya akan menurunkan bobot biomassa umbi. Kesimpulan tersebut sesuai dengan hasil penelitian pada kolesom ini bahwa tanaman kolesom dengan perlakuan naungan (KN) memiliki biomassa akar, batang dan daun yang lebih kecil daripada kolesom tanpa perlakuan naungan (KTN).
Permukaan atas daun pada KTN memiliki jumlah dan kerapatan stomata paling sedikit jika dibandingkan dengan stomata pada permukaan bawah daun baik KTN maupun KN. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh aktivitas fisiologis tanaman dengan cara penghindaran stomata terhadap paparan langsung cahaya matahari sehingga stomata lebih banyak terdapat di bawah permukaan daun. Hal ini berbeda dengan pernyataan Gardner et al. (1991) bahwa kebanyakan spesies tanaman yang dibudidayakan dengan radiasi matahari penuh memiliki banyak stomata di kedua permukaan daun, sedangkan tanaman yang berada di tempat teduh (naungan) hanya memiliki stomata pada epidermis bawahnya (abaxial) saja.








D. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat  disimpulan sebagai berikut:
1.    Perlakuan intensitas cahaya 75%(tingkat naungan 25%) memiliki intensitas cahaya, suhu udara dan kelembaban udara yang mendekati optimum bagi pertumbuhan tanaman.
2.    Tanaman dengan perlakuan intensitas cahaya 55% (tingkat naungan 45%) tumbuh lambat dan tumbuh paling pendek
3.    Perlakuan tanpa naungan memiliki intensitas cahaya yang sangat optimal dan tumbuh cepat memiliki daun paling banyak.
4.    Pemberian intensitas cahaya yang berbeda berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan.
5.    Naungan juga berpengaruh terhadap berat tanaman. berat kering tanaman
















































Daftar Pustaka
                             
Andarwulan, N., E. Haryati, R. Chroriatul. 2012. Hidangan dari Daun Kolesom. Bogor (ID): Seafast Center IPB.
Djukri, B.S. Poewoko. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas (Colocasia esculenta (L.) Schott). Ilmu Pertanian 10 (2): 17-25.
 Estiasih T., D.A. Kurniawan. 2007. Aktivitas antioksidan ekstrak umbi akar ginseng jawa (Talinum triangule Willd.). Jurnal.Teknol. dan Industri Pangan. 17 (3): 166-175.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Jumin, H.B. 2002. Dasar-dasar Agronomi. Jakarta (ID): PT. RajaGrafindo Persada.
Kurniawati, A., L.K. Darusma, R.Y. Rachmawaty. 2005. Pertumbuhan, produksi dan kandungan triterpenoid dua jenis pegagan (Centella asiatica L. (Urban)) sebagai bahan obat pada berbagai tingkat naungan. Bul. Agron. 33 (3): 62-67.
Musyarofah, N., S. Susanto, S.A. Aziz, S. Kartosoewarno. 2007. Respon tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban) terhadap pemberian pupuk alami di bawah naungan. Bul. Agron. 35 (3): 217-224.
Pieter, A.J., W. Tezara, A. Herrera. 2003. Operation of the xanthophylls cycle and degradation of D1 protein in the inducible CAM plant, Talinum triangule, under water deficit

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mekanisme Kerja Hormon dalam Pertumbuhan Tanaman

Jenis Tanah Latosol